Search your knowledge!

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

hukum perbankan



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Ketika kita membahas perekonomian suatu negara, pembicaraan kita takkan terlepas dari topik akan kebanksentralan. Seperti telah kita ketahui bersama  bahwasanya syarat sah berdirinya suatu negara ialah adanya bank sentral, dan dengan Tupoksi/Pilar Bank tersebutlah stabilisator perekonomian digenggam.

Tiga pilar Bank Indonesia sebagai Bank Sentral RI saat ini ialah: 1) Menetapkan dan melaksanakan Kebijakan Moneter; 2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3) Mengatur dan mengawasi bank. Sejak delapan tahun lalu ada wacana bahwasanya pilar ke-tiga yang diemban BI akan dipidahkan ke Institusi lain, namun adanya perbedaan pendapat antara BI dan Pemerintah serta rumitnya sistem birokrasi sehingga baru beberapa saat lalu DPR mengesahkan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan semakin melengkapi fungsi pengawasan perbankan yang akan menyatu dengan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan yang saat ini ada di Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, yang akan berlaku ditahun 2014 nanti. BI yang juga merupakan Institusi Pemerintahan geraknya tetap berbatas pada koridor hukum di Indonesia, sehingga isi dari ketetapan yang telah disahkan tersebut  harus BI patuhi. Penyusun mengangkat tema ini dalam pembuatan karya tulisnya karena ingin mengkaji informasi terkait pemindahan pilar BI – OJK yang telah disahkan tersebut.







Tujuan:
a.       Menginformasikan berpindahnya pilar ke-tiga dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan ( OJK );
b.      Menginformasikan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai Institusi pengawasan perbankan dan pasar modal dan  lembaga keuangan di tahun 2014 mendatang;
c.       Berbagi pandangan akan harapan ke depan dari hadirnya Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) sebagai Institusi pemerintahan.























BAB II
PEMBAHASAN

A. Bank Sentral secara Umum
Pembangunan nasional indonesia untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makur berdasarkan pancasila dan undang undang dasar 1945 telah mencapai  berbagai kemajuan termasuk dibidang ekonomi dan moneter, sebagaimana tercermin dalam bertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkay inflasi yang terkendali. Sementara itu, dalam pembangunan tersebut terdapat kelemahan strukutur dan sisitem perekonomian indonesia yang menimbulkan penyimpangan-penyimpangan antara ketidakhati – hatian dan kecurangan dunia perbankan dalam mengelola dana, diperparrah oleh kurang memadainya perangkat hukum, lemahnya penegakan hukum disertai dengan sisitem politik yang kurang demokratis sehingga diantaranya mengakibatkan banyaknya distorsi sehingga terjadi penyimpangan dari praktek ekonomi pasaryang mengakibatkan semakin lemahnya fondasi perekonomian pnasional.[1]
Untuk itu di cetuskanlah Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999
“Sebagaimana ditetapkan dalam Undang - Undang, Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan hukum pelaksana Undang-Undang yang mengikat seluruh masyarakat luas, sesuai tugas dan wewenangnya. Selain itu, Bank Indonesia juga sebagai badan hukum perdata yang dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.” (Status_tujuan_BI-Web BI)
            Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, tujuan yang menjadi fungsi Bank Indonesia ialah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa yang tercermin pada perkembangan laju inflasi dan kestabilan nilai mata uang terhadap mata uang negara lain yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal dengan Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:
1.      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2.      Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
3.      Mengatur dan mengawasi Bank
Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melakukan fungsi pengawasan melalui pemeriksaan analisis laporan keuangan bank terkait secara berkala dan sewaktu-waktu, serta menganakan sanksi terhadap bank.

Pelaksanaan Tiga Pilar Bank Indonesia tersebut saling terkait, oleh karena itu dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.

B. Pengenalan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK )
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali. Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat harus dibentuk akhir Desembar 2002.   Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.
Fungsi OJK:
a.       Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan;
b.      Menjaga stabilitas sistem keuangan;
c.       Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang;
d.      Pengawasan bank keluar sari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru.


Menurut para pakar:
a.       Menkeu Agus Wartowardojo: pembentuka ojk guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
b.      Fuad Rahmany: OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
c.       Darmin Nasution: OJK adalah untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.
d.      Deputi Gubernur BI – Muliaman D. Hadad: Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menganggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga – lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga, lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu – waktu dan keempat, transparansi yang harus dijaga.

C. DPR Sahkan OJK Gantikan Peran BI
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengambil alih kewenangan pengawasan perbankan. Selama ini tugas tersebut dipegang Bank Indonesia (BI). Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menjadi undang-undang yang diharapkan menjadi bagian dari kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. "Kami mengharapkan dengan disetujuinya RUU tentang OJK ini akan mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat Indonesia," kata Ketua Panitia Khusus RUU OJK Nusron saat membacakan laporan pada rapat paripurna DPR/RI.Jakarta, kamis (27/10) Menurut Nusron, UU OJK diperlukan karena keberadaan lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan saat ini telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan dalam sistem keuangan. Untuk diketahui pembahasan OJK sempat tertunda hingga delapan tahun karena perbedaan pendapat antara Bank Indonesia dan pemerintah. Sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, RUU OJK didasari pemikiran perkembangan sektor jasa keuangan yang semakin dinamis. Belajar dari berbagai kasus-kasus sebelumnya, maka OJK sangat diperlukan. Dampak terbentuknya OJK ini,  maka Kemenkeu harus rela melepas Badan Pengawas Pasar Modal.
Lembaga Keuangan (Bapepam LK) menjadi bagian OJK
"OJK merupakan lembaga independen, bebas dari campur tangan lain," kata Agus Martowardojo, Menteri keuangan beberapa waktu lalu. Berdirinya otoritas jasa keuangan semakin melengkapi fungsi pengawasan perbankan yang akan menyatu dengan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan,yang pada saat ini ada di Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan[2] .












BAB III
        ANALISIS

Pada awal januari 2014 mendatang akan dimulailah pengesahan atas perpindahan pilar BI kepada OJK yakni mengenai pengawasan terhadap bank-bank di Indonesia, tentunya peran Bank Indonesia sebagai bank sentral akan mengalami perubahan, hal ini tentunya sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mulai dari kewenangan bank indonesia sampai dengan struktur anggota tersebut akan mengalami perubahan. Bank indonesia yang memiliki independensi penuh dan kewenangan pada sektor perbankan nasional, setelah dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan maka akan mengalami perubahan wewenang dan tugasnya sebagai bank sentral. Fungsi bank indonesia dalam mengawasi bank juga mengalami perubahan
Untuk itu setelah diberlakukanya undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang otoritas jas keuangan, melalui pasal 6 huruf A UU OJK yang kemudia dipertegas kembali melalui pasal 7 UU OJK maka berpindahlah fungsi pengaturan dan pengawasan bank yang sebelumnya menjadi milik bank indonesia berpindah menjadimtugas OJK. Tentunya perpindahan tersebut akan menimbulkan akibat hukum yang akan berpengaruh terhadaptugas bank indonesia dan otoritas jasa keuangan. Perpindahan fungsi pengawasan bank dari bank indonesia kepada OJK mencakup hal-hal seperti pengawasan terhadap tingkat kesehatan bank, penetapan status bank, penerapan Good Corporate Governance pada suatu bank, kegiatan pengaturan usaha bank, perizinan dan pencabutan usaha bank, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, pemeriksaan bank secara berkala, penerapan  manajemen resiko dan prinsip kehati-hatian bank. Pasal 7 UU no 21 tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan mengatur mengenai wewnang OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawsan perbankan. Hal-hal seperti kelembagaan bank, tingkat kesehatan bank, penerapan aspek kehati-hatian bank. Hal tersebut merupakan perpindaha wewenang yang sebelumnya dimiliki oleh bank indonesia berpindah ke OJK. Nanti kedepanya, OJK akan membuat peraturan dalam  bentiuk peraturan otoritas jasa keuangan, agar tugas-tugas tersebut agar terdapat ketertiban dan kepastian pelaksanaanya.
Kewenagn atas tugas dan pengawasan  yang dimiliki oleh bank indonesia tentunya harus dilanjutkan oleh OJK dimasa mendatang, hal ini di maksudkan agar fungsi pengawasan dari ojk dapat berjalan sesuai dengan yang telah dijalani oleh bank indonesia, yan nyatanya BI sudah lebih dahulu dalam menjalankan fungsi tersebut yaitu kewenangan memberi izin (power to license) kewenangan untuk mengatur(power to regulate) kewenagan untuk mengendalikan atau mengawasi (power to control) dan kewenangan untuk memberi sanksi (power to impose sanction)keempat aspek kewenangan tersebut dimaksudkan agar terpenuhinya syarat syarat pengopeerasian bank, menciptakan usaha perbankan yang sehat, pengawasan dan pengaturan terhadap bank,pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku. Berkaitan mengenai hal-hal diatas ,maka tugas Bank indonesia stelah fungsi pengawasan berpindah ke OJK yaitu:
1. Mengamandemen Undang-Undang Bank Indonesia karena terdapat     perpindahan tugas.
2. Melaksanakn tujuan utama dan tugas BI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. memperoleh dari OJK terhadap hal hal yang berkaitan dengan perbankan, dan akan berpengaruh terhadap kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
4. pengawsan terhadap bank yang berdampak sistemik.
5. forum kordinasi stabilitas sistem keuangan (FKSSK). Bersam OJK dan  Menteri keuangan

Bahwa dengan dibentiuknyua otoritas jasa keuangan ini tidak menjadi mutlak untuk mengambil alih fungsi pengawasan Bank Indonesia, tetapi dalam rangka untuk menciptakanpengawasan efektif dan efisien terhadap industri keuangan sehingga bank indonesia dapat lebih fokus menjalankan tugasnya dalam menjalankan kebijakan moneter dan menjaga kesetabilan sistem keuangan.[3]



BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan:
1.      Setelah diberlakukanhya undang-undang Otoritas Jasa Keuangan, tugas pengawasan dan pengaturan bank akan beralih dari Bank indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan berikut juga dengan kewenangan dalam perizinan, pengaturan, penyidikan, dan pemberian sanksi.
2.      Setelah berpindahnya fungsi pengawasan ke OJK, bukan berarti bank indonesia tidak berwenang sama sekali terhadap pengawasan bank, Bank Indonesia masih dapat melakukan pengawasan terhadap bank pada suatu kondisi tertentu tetapi dengan wewenang yang berbeda dari yang telah diatur sebelumnya. BI dan OJK juga harus berkordinasi dalam hal pengaturan dan pengawasan bank, karena tugas pengawasan bank berhubungan dengan pengaturan kebijakan moneter.  

Saran Yang Diberikan Penulis
1.      Otoritas jasa keuangan diharapkan mampu menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan karena jasa perbankan merupakan sarana penyimpanan dana masyarakat, sehingga hal tersebut sangat membutuhkan rasa percaya dari masyarakat melalui tindakan-tindakan yang bersifat analisis preventif, melaksanakan prinsip kehati-hatian bank, menguatkan kordinasi antar BI dengan OJK
2.      Kemudian pentingnya kordinasi antara BI dan OJK dalam menetapkan peraturan dan sanksi dibidang perbankan agar dipatuhinya ketentuan-ketentuan dan terjadinya ketertiban dalam kegiatan perbankan di Indonesia.



Daftar Pustaka

Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, (Jakarta, September 2006)

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Indonesia, (jakarta, prenada media, 2005)

https://www.academia.edu/2554519/Berpindahnya_Pilar_BI-OJK






[1] Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, (Jakarta, September 2006),  Hlm 374

[2] https://www.academia.edu/2554519/Berpindahnya_Pilar_BI-OJK

[3] Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Indonesia, (jakarta, prenada media, 2005), Hlm1

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar